Perubahan Kurikulum Siswa Jangan Jadi Korban - Perombakan kurikulum yang
terjadi di Indonesia dinilai kerap menyusahkan anak didik. Bayangkan
saja, belum selesai menyerap ilmu dari sebuah kurikulum yang dianggap
unggul, anak-anak ini harus beradaptasi lagi dengan kurikulum baru.
Pakar ilmu pendidikan, H.A.R Tilaar mengatakan, perubahan kurikulum yang
ada justru mengorbankan anak-anak Indonesia.
Ia membenarkan bahwa
guru adalah ujung tombak pemberlakuan kurikulum baru ini. Namun jika
guru-guru ini tidak memahami konsep kurikulum dengan baik, maka
tujuannya tak dapat dicapai.
"Ini diubah lagi. Berarti sudah 10
kali kurikulum di negara ini berubah. Ada kesalahan konseptual di sini.
Anak-anak Indonesia yang akhirnya dikorbankan dari perubahan kurikulum
ini," kata Tilaar saat diskusi Kritik Atas Kebijakan Perubahan Kurikulum
di Rumah Tilaar, Jakarta, Jumat (23/11/2012).
Seperti diketahui,
Indonesia mempunyai kurikulum Rencana Pelajaran Terurai pada tahun 1947.
Pada 1964, ini berubah menjadi Rencana Pendidikan Sekolah Dasar. Empat
tahun berjalan, pemerintah kembali mengubahnya menjadi Kurikulum Sekolah
Dasar.
Selanjutnya, Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) diterapkan pada 1973. Dua tahun berselang, kurikulum berganti
menjadi Kurikulum Sekolah Dasar. Pada 1984, muncul Kurikulum 1984.
Kurikulum ini bertahan cukup lama, yakni sekitar 10 tahun hingga
akhirnya digeser oleh Kurikulum 1994.
Pada 1997, Kurikulum 1994
diganti menjadi Revisi Kurikulum 1994. Selanjutnya, Rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi yang digunakan pada 2004 dan kemudian diganti dengan
Kurikul Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku sejak 2006 hingga
saat ini.
Tak ada perubahan siklus kurikulum yang jelas sejak
1964 hingga kini. Tak heran, banyak orang yang beranggapan, pemerintah
tidak memiliki alasan pedagogis yang terjadi terkait perubahan
kurikulum. Imbasnya, pendidikan di negara ini makin karut-marut.
"Sebenarnya
KTSP ini sudah sangat bagus karena masing-masing tingkat satuan
pendidikan berhak atas pengembangan masing-masing anak didiknya," ungkap
Tilaar. Namun ia menyayangkan konsep kurikulum yang dinilainya
cemerlang itu menyisakan kekurangan, yaitu evaluasi siswa tetap
disatukan dalam Ujian Nasional (UN).
Menurutnya, hal ini yang pada
akhirnya membuat KTSP tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Kalau mau
membenahi kurikulum ini, Standar Kompetensi Lulusannya harus jelas. Lalu
proses pembelajaran dan mata pelajaran juga dipilih sesuai dengan
standar ini," jelas Tilaar.
Pengamat Pendidikan dari Universitas
Paramadina, Utomo Dananjaya, mengatakan hal serupa. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaaan tidak pernah mempersiapkan kurikulum yang
akan diterapkan pada siswa di seluruh Indonesia dengan baik.
"KTSP
ini bahkan tidak berjalan. Karena kerangka dan panduan untuk guru dan
sekolah tidak dikirim oleh kementerian. Jadi guru, yang harusnya
menyampaikan pada siswa, tidak optimal karena tidak paham," ungkap Mas
Tom, sapaan akrab Utomo Dananjaya.
Menurutnya, kriteria Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Isi dan Standar Penilaian
harus disebarluaskan pada para guru dan sekolah sehingga capaian yang
diinginkan bisa dipahami.
"Harusnya berbagai standar itu diberikan
pada para guru. Jadi saat mengajar, mereka mengerti kemana memandu
siswanya," tandasnya.
Sumber : Kompas.Com
{ 2 komentar... read them below or add one }
perubahan kurikulum jgn merugikan siswa..jgn seenaknya deh pemrintah...beli buku baru itu ga gampang
Setuju,,,
Posting Komentar