Dalam
perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya
memiliki kecerdasan berpikir dan kemampuan intelektual saja, tetapi juga harus
disertai dengan kesehatan mental dan budi pekerti yang luhur atau akhlak yang
mulia.
Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa upaya untuk meningkatkan
kecerdasan berpikir, pembangunan mental, budi pekerti atau akhlak mulia adalah
tugas dunia pendidikan atau secara khusus tugas sekolah.
Dewasa ini,
keberadaan sekolah benar-benar sangat diperlukan, karena sekolah merupakan
salah satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan proses belajar mengajar
untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk
mencapai tujuan pendidikan diantaranya adalah menjadi manusia yang berbudi
pekerti atau akhlak yang luhur. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional Indonesia yaitu : Bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Akan tetapi, sangat
disayangkan bahwa pada kenyataannya tidak sedikit pelajar yang kerap kali
menunjukkan perilaku yang tidak terpuji dalam kesehariannya. Kita sering mendengar banyaknya kasus tawuran antar pelajar, keterlibatan
penggunaan obat-obatan terlarang, sex bebas di kalangan pelajar sekolah,
terutama di kot-kota besar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pembinaan perilaku
atau akhlak tidaklah mudah dilakukan dan harus ditangani dengan
sungguh-sungguh.
Menurut Imam Barnadib (2003:3) bahwa watak yang tidak bermoral perlu
dicegah kehadirannya dalam pergaulan manusia. Untuk mewujudkan hal itu
diperlukan upaya pembinaan jangka panjang dan harus dimulai sejak dini, antara
lain mulai dari keluarga, kemudian dari lingkungan sekolah dan masyarakat. Di
lingkungan sekolah guru memegang peranan penting dalam proses pembentukan dan
perkembangan akhlak peserta didik. Sebagai pendidik guru tidak hanya bertugas
untuk menyampaikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga dituntut untuk
dapat membimbing, mengarahkan dan memberikan teladan yang terpuji sehingga
dapat membantu menumbuhkan perilaku yang baik serta akhlak mulia pada peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari.
Guru pada idealnya harus dijadikan idola dan dihormati oleh peserta didik,
maka guru harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk menunjukkan perilaku
yang baik, berdisiplin dan menanamkan nilai-nilai moral yang sangat penting
bagi perkembangan kejiwaan siswanya. Perilaku guru akan memberikan warna dan
corak tersendiri terhadap watak peserta didik di kemudian hari. Contoh teladan
yang ditunjukkan oleh Guru akan lebih mudah melekat dalam perilaku siswa
dibandingkan dengan pembelajaran
secara verbal. Jadi guru harus memiliki akhlak baik dan menunjukkan sikap
disiplin yang tinggi agar dapat menjadi panutan bagi anak didiknya, sehingga
proses pendidikan yang dilaksanakan dapat berhasil sesuia dengan tujuannya.
Namun demikian, kita tidak dapat menafikan bahwa masih banyak guru yang
tidak ambil peduli terhadap keharusan-keharusan tersebut, karena mereka tidak
memahami dengan baik tugasnya sebagai pendidik. Banyak guru yang beranggapan
bahwa jika proses pembelajaran di
kelas telah selesai, maka selesai pula tugasnya, bahkan tidak jarang pula
mereka mengabaikan tugasnya untuk mengajar. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
hal tersebut antara lain adalah Pertama,
banyak yang menjadi guru karena motif ekonomi, yang diperlukannya adalah upah
dari mengajar, kadang tidak ikhlas dengan gaji yang diterimanya, sehingga
berusaha mencari tambahan dengan mengorbankan tugas utamanya sebagai pendidik,
dan tidak mau tahu tengan tujuan pendidikan sebenarnya; Kedua, banyak guru yang mempunyai latar belakang pendidikannya
belum keguruan yang menyebabkan kurang faham dengan etika keguruan; Ketiga,
rendahnya sikap disiplin pribadi guru, kurangnya semangat dan rasa
tanggungjawab untuk melaksanakan tugas, tidak adanya kecintaan terhadap
pekerjaan sebagai pendidik dan masih adanya anggapan bahwa bagi anak sekolah
dasar telah cukup dengan hanya mengajarnya membaca, menulis dan berhitung.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
- Tata tertib sekolah masih belum dijalankan dengan benar sehingga banyak guru yang melanggarnya.
- Kurang disiplinnya guru dalam mengajar sehingga berpengaruh terhadap siswa baik dari pengetahuan, sikap maupun perilaku sehari-hari.
- Masih adanya guru yang kurang paham dengan etika keguruan yang disebabkan guru tersebut bukan dari jalur keguruan yang syah.
- Pemahaman guru terhadap administrasi sekolah dan kelas masih kurang.
Dalam
meningkatkan kedisiplinan dan sebagai bahan masukan bagi guru untuk dapat memberikan teladan yang baik bagi peserta didik juga bagi sekolah dalam pelaksanaan disiplin untuk membentuk perilaku peserta
didik yang terpuji, maka uraian selanjutnya akan
disajikan defenisi 1) disiplin, 2) guru, dan 3) akhlak. Karena ketiga faktor
tersebut sangat bertalian erat hubungannya antara kedisiplinan guru dan akhlak siswa.
A. Disiplin
- Pengertian Disiplin
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia (1997:237) disiplin mempunyai arti: 1). Tata tertib (di sekolah, kemiliteran,
dll), 2). Ketaatan (patuh) pada aturan.
Ada
dua pengertian disiplin yang dapat kita lihat dari pengertian dalam kamus
tersebut. Pertama disiplin berlaku sebagai suatu sarana yang berupa tata
tertib, peraturan atau norma, dimana aturan tersebut dibuat dan digunakan untuk
dapat menciptakan disiplin sebagaimana dalam pengertian kedua yaitu sebagai
suatu sikap mental yang menunjukkan adanya ketaatan atau kepatuhan pada
peraturan-peraturan yang berlaku.
Mursal
Tahir dalam Nurcholish (2004:134), mendefinisikan bahwa disiplin sebagai suatu
bimbingan kearah perbaikan melalui pengarahan, penerapan dan pemaksaan.
Menurut
Verhoeven dan Carrallo disiplin dari kata latin discipilus yang berarti
siswa atau murid. Poerwadarminta mendefinisikan disiplin adalah “latihan watak
dan batin agar segala perubahan seseorang sesuai dengan peraturan yang ada.
Sasaran
Pembinaan dan pendidikan ialah individu manusia-manusia dengan segala aspeknya
sebagai suatu keseluruhan. Semua aspek ini diatur, dibina dan dikontrol hingga
pribadi yang mersangkutan mampu mengatur dirinya sendiri. Dari pernyataan
diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembinaan dan pendidikan pribadi ialah mencapai
disiplin diri, untuk mencapai tujuan disiplin dibutuhkan sarana dan cara
tertentu yaitu tenaga pendidik dengan metode pembinaannya masing-masing.
Pengertian
Disiplin dalam pedoman Gerakan Disiplin Nasional (Depdikbud, 1998:4), disiplin
adalah ketaatan terhadap peraturan dan norma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dilaksanakan secara sadar dan
ikhlas lahir dan bathin, sehingga timbul rasa malu terkena sanksi
dan rasa takut
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya
Sukardi (1995:150) menyebutkan pengertian disiplin adalah sikap mental yang
mengandung kerelaan mematuhi ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam
menunaikan tugas atau tanggung jawab. Pengertian disiplin juga dikemukakan oleh
Cece Wijayu dan Tabrani Rusyan (1991:18) bahwa disiplin adalah sesuatu yang
terletak di dalam jiwa seseorang, yang memberikan dorongan bagi orang yang
bersangkutan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana
ditetapkan oleh norma dan peraturan yang berlaku.
Dari
uraian beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa disiplin memiliki dua
hakikat, yaitu:
- Adanya kemampuan dan motivasi dari dalam diri sendiri untuk mengendalikan diri, sehingga memiliki sikap taat dan patuh pada peraturan yang berlaku.
- Adanya kemampuan atau motivasi dari luar dengan sukarela, sadar dan teguh hati menerima tata nilai lingkungan guna menentukan perilakunya.
- Macam-macam Disiplin
Menurut
Instruksi Presiden No 12 Tahun 1982 tentang pendidikan politik bagi generasi
muda (Sukardi, 1995:156), disiplin terbagi menjadi tiga macam yaitu a).
disiplin pribadi, b). disiplin sosial dan c). disiplin Nasional.
- Disiplin pribadi adalah disiplin yang dimulai dari diri sendiri, diberlakukan terhadap diri sendiri, berkenaan dengan segala hal, baik yang sifatnya pribadi maupun yang berhubungan dengan manusia lainnya. Disiplin pribadi ini sangat berpengaruh terhadap kepribadian individu, yaitu dalam pembentukan sikap hidup kerja keras. Di mana seseorang yang memiliki disiplin pribadi akan selalu mengerahkan seluruh kemampuannya secara optimal dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diinginkannya.
- Disiplin sosial adalah ketaatan seseorang terhadap aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Disiplin social ini apabila telah dimiliki oleh warga masyarakat secara keseluruhan, maka akan dapat membantu terciptanya kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang dalam segala aspek kehidupannya.
- Disiplin nasional adalah berupa ketaatan terhadap hokum, norma-norma kewajiban yang telah ditetapkan di suatu Negara bagi seluruh warganya. Disiplin nasional sangat diperlukan dalam membina ketahanan nasional. Apabila seluruh warga Negara telah berdisiplin nasional, maka ketahanan nasional bangsa itu akan kuat, sehingga dapat dipastikan terpeliharanya kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hal ini karena pembangunan nasional di segala bidang berjalan dengan lancar, aman dan sukses.
Ketiga
macam disiplin nasional tersebut memiliki keterkaitan, sehingga tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Disiplin nasional lahir dengan adanya disiplin
social dalam seluruh lapisan masyarakat. Disiplin social hanya aka nada jika
setiap warga Negara memiliki disiplin pribadi, dengan kata lain disiplin
pribadi akan menumbuhkan disiplin sosial, dan keduanya merupakan bibit bagi
pertumbuhan disiplin nasional.
- Pembentukan Disiplin
Dalam
konteks pembelajaran di lembaga
pendidikan, pembentukan disiplin lebih mengarah kepada tingkah laku yang
mengikuti seorang pimpinan seperti orang tua, guru atau orang dewasa lainnya,
disiplin seringkali dikaitkan dengan saat di mana anak melanggar aturan atau
kebiasaan pada lingkungan di mana ia berada.
Pada
dasarnya, disiplin merupakan proses pengarahan atau pengabdian
kehendak-kehendak langsung, dorongan, keinginan atau kepentingan kepada suatu
cita-cita atau tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar.
Prijodarminto dalam Nurcholish (2004:138) membagi disiplin ke dalam tiga aspek
yaitu:
Pertama,
sikap
mental (Mental attitude) merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau
pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan watak
Kedua,
pemahaman
yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma, kriteria
dan standar yang sedemikian rupa sehingga pemahaman tersebut membutuhkan
pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan atau norma,
kriteria
dan standar tersebut merupakan syarat
Ketiga,
sikap
kelakuan secara wajar mewujudkan kesungguhan hati untuk mentaati segala hal
secara cermat dan tertib.
Disiplin
merupakan hasil pembinaan dan pendidikan yang melibatkan sejumlah Pembina
dengan metode tertentu serta berlangsung dalam tempat dan waktu tertentu. Semua
ini merupakan latar belakang terbentuknya disiplin diri. Mendidik seseorang
untuk mencapai disiplin diri tidak berarti bersikap permisif terus menerus,
dalam situasi tertentu pendidik harus bersikap tegas. Sikap seperti ini sering
menimbulkan kebingungan, agar peserta didik tidak mengalami keraguan, pendidik
perlu memberikan batas-batas tingkah laku yang diharapkan.
Hendaknya
para pendidik tidak hanya mengajarkan peserta didik dengan pengetahuan
konseptual tentang disiplin diri. Teori perlu dilengkapi dengan tindakan nyata,
orang akan merasa lebih yakin jika dikatakan sungguh-sungguh tampak pula dalam
perbuatan. Keteladanan diawali dengan hal-hal yang kecil dan sederhana sampai
pada tingkat yang rumit. Konsistensi perkataan dan perbuatan pendidik akan
menambah kepatuhan terdidik.
B. Guru
- Pengertian Guru
Guru
“adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak di sekolah dan
memperkembangkan anak didik agar mencapai kedewasaan” (Poerwadarminta,
1984:72). Oleh sebab itu, hal yang pertama diperhatikan guru agar
dapat menarik minat anak didik penampilan guru harus mampu menjadi seseorang
yang berkesan dan berwibawa.
Sehubungan
dengan itu, guru sebagai tenaga professional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar terhindar dari
segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi guru yang memegang
keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu
sendiri (Sardiman; 2000:149).
Penampilan seorang guru sangat mempengaruhi sikap mental
pribadi anak didik, karena guru merupakan teladan bagi anak didik, sehingga
semua gerakan dan tindakannya akan diamati bahkan ditiru oleh siswa.
Menurut Poerwadarminta (1997:330); Guru adalah orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Disini guru diartikan sebagai orang
yang mencari nafkah dengan cara mengajar atau memberikan pelajaran baik berupa
ilmu pengetahuan maupun latihan atau ajaran lainnya yang berkenaan dengan
akhlak atau budi pekerti.
Pengertian
lain dikemukakan oleh Hery Noer Ali (1999:93) bahwa orang yang menerima amanat
orang tua untuk mendidik anak itu disebut guru. Disini Noer Ali berpendapat bahwa guru
adalah wakil dari orang tua yang bertanggung jawab terhadap
seorang anak yang dititipkan oleh orang tuanya di suatu lembaga pendidikan.
Menurut
Ngalim Purwanto (1992:166) bahwa istilah guru sekarang sudah mendapat arti yang
lebih luas lagi dalam masyarakat. Semua orang yang pernah memberikan suatu ilmu
atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau kelompok orang dapat disebut
guru, misalnya guru silat, guru mengetik, guru menjahit bahkan guru mencopet
dan sebagainya.
Istilah
pendidik juga dipakai oleh Sutari Imam Barnadib seperti dikutip Hery Noer Ali
dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam (1999:81) bahwa pendidik adalah tiap orang
dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan.
Dari
berbagai pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa guru
adalah orang yang telah dewasa yang memberikan ajaran, latihan dan
bimbingan sesuai dengan hak dan
kewajibannya serta bertanggung jawab terhadap si terdidik.
- Tugas dan Peranan Guru
Uhbiyati
(1997;71) mendefinisikan bahwa guru adalah “orang yang bertanggung jawab
memberikan bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya
agar mencapai kedewasaan”.
Seseorang
yang dikatakan dewasa harus memiliki jiwa kepemimpinan dan dapat dicontoh oleh
orang lain yaitu kepemimpinan dan dapat dicontoh oleh orang lain yaitu siswa.
Bersifat sabar, disiplin, sopan dan ramah, hal yang penting adalah dapat
mengendalikan gejolak emosionalnya, Orang dewasa akan senantiasa tidak
emosional, tetapi lebih rasional, bijak dan realistis dalam berbagai tindakan
dan perbuatannya.
Dengan
melihat pengertian guru tersebut diatas, dapat dipahami bahwa guru tidak hanya
bertugas untuk mengajar saja, akan tetapi bertanggung jawab
terhadap tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan predikatnya sebagai seorang
guru.
Peters
(1991:23) menyebutkan bahwa ada tiga tugas dan tanggung jawab
guru yakni: a). guru sebagai pengajar, b). guru sebagai pembimbing, c). dan
guru sebagai administrator kelas.
Sebagai
pengajar, guru bertugas merencanakan dan melaksanakan pengajaran sesuai dengan
program yang telah ditentukan. Sebagai pembimbing guru bertugas memberi bantuan
pada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Disini guru bertugas
sebagai pendidik yang tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu
pengetahuan, tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan
nilai-nilai para siswa. Dan sebagai administrator kelas, guru bertugas dan
bertanggung jawab
dalam ketatalaksanaan pada umumnya.
Adapun
tugas guru menurut Ahmad D Marimba (1974:38) bahwa tugas guru adalah
membimbing si terdidik serta mencari pengenalan terhadap si terdidik terhadap kebutuhan
dan kesanggupannya. Salah satu
tugas lainnnya yang penting adalah menciptakan situasi untuk pendidikan.
Yang
dimaksud dengan situasi pendidikan adalah suatu keadaan dimana
tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dengan hasil yang
memuaskan.
Demikian
banyak dan berat tugas yang diemban oleh seorang guru, namun demikian tugas
tersebut merupakan suatu tugas yang harus diakui dan tidak disia-siakan oleh
siapa pun.
- Kedisiplinan Guru Dalam pembentukan Akhlak Siswa
Disiplin
bagi guru merupakan salah satu
ketentuan atau peraturan yang wajib diikuti
dan ditaati. Baik yang dilaksanakan tugas profesionalnya maupun
dalam pergaulan sehari-hari
Guru
merupakan figur peserta didik karena dapat membimbing siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung di dalam dan
diluar ruang belajar, maka guru dituntut untuk selalu bertindak professional
dalam penanaman, pengembangan, pelatihan nilai-nilai pengetahuan. Disiplin bagi
guru merupakan syarat mutlak dalam mendidik sebagai konsekuensi dari peranan
profesi tersebut. Maka guru lebih dituntut meningkatkan kompetensinya yang akan
menentukan masa depan pembelajaran peserta didik.
Andreas
Harefa memperjelas kedudukan disiplin dan peran guru kedalam sepuluh bagian:
Pertama,
Guru
adalah pendamping utama kaum pembelajar, orang-orang muda dan benih-benih
kehidupan di masa depan dalam proses menjadi pemimpin. Kedua, Guru
memainkan peran sebagai aktor/aktris
pendamping pembantu yang membuat pemimpin Nampak “bercahaya”. Ketiga, Sebagai Aktor/Aktris utama sekaligus membesarkan hati
para pembelajar untuk sementara menjadi “figuran”. Keempat, Guru adalah “Aktor
Intelektual yang selalu ada di belakang layar
perubahan. Kelima, Guru dirasakan kehadirannya, ia dikenal luar justru
karena tidak menganggap penting lagi popularitas,
kedudukan dan kekuasaan. Keenam, Guru memulai proses-proses yang
bersifat transformasi total Ketujuh Guru sudah tidak lagi tertarik pada
hal-hal yang berkaitan langsung dengan kehidupan di dunia ini sebab ia
mengarahkan hidupnya pada “kehidupan di dunia yang akan dating” Kedelapan, Guru
menaruh minat pada penyelarasan ”Spiritualisasi hati nurani” dengan
“rasionalitas akal budi” dan aktivitas. Kesembilan Kebutuhan utama sang
guru adalah aktualisasi, orientasi-dekorasi diri Kesepuluh, Guru belajar
dari dirinya sendiri, ketika pemimpin belajar pada semua orang dan terinspirasi
oleh matahari, air atau alam semesta, sedangkan pembelajar belajar pada
idolanya, tokoh-tokoh yang dikaguminya.
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan
formal di sekolah. Sebagai pendidik dan pengajar guru langsung bersentuhan
dengan kehidupan pribadi siswa yang beragam, guru sering dijadikan teladan oleh
para siswa, bahkan tidak jarang dijadikan sebagai tokoh identifikasi guru.
Sebab itu guru harus dan perlu memiliki perilaku yang memadai untuk dapat
mengembangkan diri siswa secara utuh.
Sebagai
pendidik, guru tidak hanya bertanggung jawab terhadap
penyampaian materi pelajaran atau ilmu pengetahuan kepada siswanya, tetapi
lebih dari itu ia juga bertanggung jawab dalam
perkembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai moral dan budi pekerti
atau akhlak siswanya.
Guru
dituntut untuk menjaga wibawanya dihadapan siswanya dengan cara disiplin dan
menghindari diri dari segala hal yang dapat merusak citranya, karena perilaku
guru tersebut dapat membawa pengaruh yang besar terhadap perilaku anak
didiknya.
Berbicara
mengenai kehidupan guru, Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan mengemukakan beberapa
indikator untuk membina dan melaksanakan kedisiplinan dalam proses pendidikan
agar mutu pendidikan meningkat, antara lain dengan melaksanakan tata tertib
dengan baik, taat terhadap kebijakan yang berlaku, menguasai diri dan pandai
mengintrospeksi diri.
Ada
yang menyebutkan bahwa peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak
masyarakat bangsa tersebut. Guru sebagai penanggung jawab
pendidikan dalam masyarakat dituntut agar dapat menjaga wibawa, berdisiplin dan
memperlihatkan akhlak yang baik sebagai contoh yang harus diikuti oleh para
siswanya. Apabila teladan yang diberikan oleh guru tersebut baik, maka akhlak
yang mulia akan tersebar dalam kepribadian para siswa. Dengan demikian
masyarakat tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki peradaban.
Peran
penting guru dalam pembentukan perilaku atau akhlak peserta didik dapat kita
lihat dalam pedoman penciptaan suasana sekolah yang kondusif dalam rangka
pembudayaan budi pekerti luhur bagi warga sekolah (Depdiknas, 2003:24-25) :
antara lain; …”Guru memiliki daya pengikat yang kuat bagi peserta didiknya. Apa
yang dikatakan guru akan diingat dan dituruti oleh peserta didik karena yang
dikatakan guru adalah kebaikan. Demikian juga apa yang dilakukan guru akan
dicontoh oleh peserta didiknya.
Berdasarkan
teori-teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin guru meliputi
kondisi-kondisi yang teratur dalam pribadi guru dalam melaksanakan tugas dan
fungsi yang diembannya sebagai tenaga pendidik. Dalam mendidik guru
berkewajiban membina, mengembangkan ilmu pengetahuan dan bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik sesuai dengan ketentuan zaman.
C. Akhlak
- Pengertian Akhlak
Idris Muhammad (tth:186) mendefinisikan bahwa kata akhlak
“berasal dari bahasa arab (akhlaqun),
jama dari (kholaqa, yakhluqu, kholaqun).
Yang secara etimologi berasal dari “budi pekerti, tabiat, perangai, adat
kebiasaan, prilaku dan sopan santun” (Jamhari; 1969,59).
Ishak sholih dalam bukunya berjudul Akhak dan Tasawuf
(1998;1) menyatakan bahwa: “kata akhlak yang berasal dari bahasa arab itu
mengandung segi-segi persamaan dengan kata-kata khalik dan kata makhluk”. Ini berarti bahwa manusia diharapkan dapat melakukan hubungan yang selaras
dengan penciptanya dan selaras dalam hubungan dengan sesamanya.
Kata akhlak banyak ditemukan dalam
hadits-hadits nabi, diantaranya yang paling terkenal adalah :
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
إِنَما بعثت لأتمم صالح الأخلاق
“Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah
SAW. Telah bersabda “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (As-Suyuti:tth,
103).
Ibnu Maskawaih memberikan memberikan
pengertian yang lebih simpel namun jelas yaitu : “Akhlak sebagai keadaan jiwa
yang mendorong untuk melakukan sesuattu perbuatan tanpa hajat pemikiran dan
tanpa diteliti”
Kalau Islam ibarat sebuah bangunan,
maka syahadat adalah pondasinya. Shalat adalah tiangnya, dan akhlak merupakan
dindingnya. Indah dan buruknya Ke-Islaman seseorang tergantung akhlaknya.
Persis seperti bangunan. Untuk menghancurkan kaum muslim, musuh-musuh Islam tak
perlu membongkar pondasinya atau merubah
tiangnya. Tapi cukup melepaskan dinding, jendela atau daun pintunya.
Selanjutnya, mereka tinggal menunggu ambruknya bangunan itu. Begitulah Islam.
Untuk menghancurkan kaum muslim, musuh Islam tak harus memurtadkan mereka atau
melarang sholat. Mereka cukup dengan merusak akhlak generasi kaum muslim.
Selanjutnya mereka tinggal menunggu kehancuran umat Islam.
Karenanya tak heran kalo Ahmad Syauqi (Baradza;1992,1),
dalam sebuah syairnya menyebutkan: “Sesungguhnya bangsa itu tetap hidup selama
bangsa itu berakhlak, jika akhlak mereka lenyap maka hancurlah mereka”
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk
selalu menghiasi diri dengan akhlak yang baik. Bukan menganjurkan kepada
perbuatan yang nista dan berakhlak bejat.
Batasan dalam mengerjakan baik dan
buruk, tertera dalam nash-nash (al- Quran dan hadits) Berbeda dengan etika
diluar Islam. Mereka meletakkan sistem penilaian baik dan buruk berdasarkan
kepada kebiasaan-kebiasaan di sekeliling mereka yang mungkin bisa salah atau
benar. Dalam buku Min Akhlak an-Nabi (sebagian akhlak Nabi),
- Macam-macam Akhlak
Adapun akhlak yang
dilihat dari segi macamnya terbagi menjadi dua, yaitu :
- Al-Akhlakul Mahmudah (ahlak baik atau terpuji): yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
Al-Ghazali dalam
bukunya berjudul “ajaran-ajaran akhlak” (1980; 30-47) membagi akhlakul mahmudah
menjadi empat macam:
- Berkata benar kecuali berbohong yang dibenarkan karena ada kebijakannya yaitu untuk mendamaikan dua orang yang berselisih, untuk orang yang mempunyai dua istri dan untuk kepentingan dalam peperangan.
- Perlunya kesabaran baik untuk kepentingan duniawi maupun akhirat.
- Perlunya tawakal, menyerahkan diri kepada Allah disini setelah berusaha.
- Ikhlas yang ditunjukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan yang berkenaan dengan kemasyarakatan.
Syech Mustafa Al-Ghalayani (1976; 44-58) menyebutkan
dalam bukunya berjudul “Bimbingan Menuju Akhlak yang Luhur” menyebutkan bahwa Akhlakul Mahmudah
terdiri dari 16 macam :
Berani
maju ke depan, sabar dan tabah, ikhlas, harapan, berani membela dan
mempertahankan kebenaran, berjuang demi keselamatan umum, berbuat kemuliaan
(hati sanubarinya penuh dengan keperwiraan, mengjak lawan dan kawan untuk
berlaku jujur dan lurus), waspada, kebangsaan (mempertahankan dan membangun
keluhuran tanah airnya), kemauan yang keras (tidak mudah putus asa), benar
dalam perbuatan, berlaku sedang (i’tidal), dermawan, melaksanakan kewajiban,
dapat dipercaya, tolong-menolong, memperbagus pekerjaan, berusaha kemudian
tawakal, percaya pada diri sendiri dan fanatik
(berpegang teguh pada ajaran agama Allah).
Dari
pendapat mengenai macam-macam akhlak mahmudah tersebut dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya akhlakul mahmudah “adalah segala perbuatan rohani dan jasmani
yang dapat membawa ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan serta kejayaan dalam
kesastraan lahiriyah dan batiniyah di dunia dan akhirat yang dapat memberikan
dampak positif bagi dirinya, keluarganya serta lingkungannya.
- Al-Akhlakul Madzmumah (ahlak buruk atau tercela): yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
Adapun menurut
Al-Ghazali bahwa akhlakum madzmuumah ada lima macam, diantaranya adalah:
- Sifat pemurah yang menggunakan kekuatan untuk menolak yang tidak disukai dengan melampaui batas. Adapun marah yang tidak melampaui batas (marah pertengahan) adalah kemarahan yang terpuji karena marahnya dikendalikan oleh akal dan agama.
- Sifat dengki (hasut) yaitu usaha untuk menghilangkan bentuk kenikmatan dari pihak musuhnya dan juga merasa senang terhadap penderitaan orang lain.
- Sombong, Ghozali membagi sombong dalam tiga macam, sombong kepada Allah, sombong terhadap para rasul dan sombong kepada sesame sesama manusia.
- Penyakit lidah (lisan) yang meliputi kesalahan, pembicaraan, bohong (dusta), ghibah (menjelek-jelekkan orang lain), memfitnah, munafik, lancang pembicaraan, menambah dan mengurangi serta menceritakan cacat orang lain.
- Ria, perbuatan berpura-pura agar dihormati dan disegani.
Syech
Mustafa Al-Ghalayani dalam bukunya berjudul “Bimbingan menuju akhlak yang
luhur” menyebutkan bahwa akhlakul madzmumah terdiri dari sepuluh macam, yaitu:
“Sifat
Nifaq (plin-plan), berputus asa, sifat licik (penakut), bekerja tanpa perhitungan,
lengah, tertipu oleh perasaannya sendiri, keroyalan, pemborosan, rindu
kepemimpinan dan dengki atau iri hati”.
Dari
beberapa pendapat mengenai akhlakul madzmumah dapat disimpulkan pada dasarnya
akhlakul madzmumah “adalah segala perbuatan rohani dan jasmani yang membawa
kehinaan di dunia dan di akhirat”.
Setelah
mengetahui bahwa yang menjadi obyek dalam pendidikan akhlak adalah perbuatan
manusia yang disengaja, kemudian perbuatan tersebut ditentukan apakah perbuatan
tersebut baik atau buruk, sedangkan yang menentukan perbuatan tersebut baik
atau buruk harus para ahlinya yang mengerti tentang ajaran agama dan ketentuan
itu berdasarkan kepada ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Sehubungan dengan hal tadi Ahmad Amin mengemukakan dalam
bukunya kitab Al-Akhlak (tth: 1986,2). Bahwa obyek ilmu akhlak “adalah seluruh
perbuatan manusia yang disengaja atau (al-af’al, al-insaniyah, al iradiyah)”.
Dari
pendapat di atas tadi menunjukan dengan jelas bahwa obyek pembahasan ilmu
akhlak adalah tentang perbuatan semua manusia untuk selanjutnya diberikan
penilaian apakah perbuatan itu baik atau buruk.
Diantara
perbuatan-perbuatan manusia yang mengacu kapada kebaikan diantaranya :
- Al-Khoir, ini digunakan untuk menunjukan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat. Hal ini terdapat pada ayat yang berbunyi :
وَمَنْ
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
“Barang siapa yang
melakukan sesuatu kebaikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”
- Al-Mahmudah, perbuatan ini dikerjakan untuk menunjukan sesuatu yang utama sebagai sebab akibat dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT.
- Adapun perbuatan ini lebih menuju kepada perbuatan batin seperti yang dinyatakan pada ayat yang berbunyi:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ
يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan dari sebagian
malam hendaknya engkau bertahajud mudah-mudahan Allah akan mengangkat derajatmu
pada tempat yang terpuji’.
- Al-Karimah, suatu perbuatan yang terpuji yang ditampakan dalam kenyataan hidup sehari-hari, seperti menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, dan lain sebagainya.
- Al-Birr, ini juga termasuk salah satu akhlak yang mulia karena perbuatan yang dilakukan berhubungan dengan ketenangan jiwa dan akhlak yang baik dalam hal ini termasuk perbuatan yang baik yaitu yang digunakan sebagai sifat Allah dan sifat manusia.
Adapun
sifat Allah maksudnya bahwa Allah akan memberikan balasan pahala yang besar
pada manusia yang taat kepadanya sedangkan sifat manusia itu adalah ketaatannya
kepada Allah dalam menjalankan segala perintahnya.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan yang mengacu kepada kebaikan
menunjukan bahwa kebaikan dalam pandangan islam itu meliputi kebaikan yang
bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan di akhirat
serta akhlak yang mulia.
Untuk
menghasilkan kebaikan yang demikian itu maka kita harus melakukan perbuatan
tersebut dengan tulus dan ikhlas semata-mata hanya untuk mendapatkan keridhaan
dari Allah SWT dan perbutan akhlak bisa dikatakan baik apabila perbuatan yang
dilakukan itu dengan sebenarnya dan dengan kehendak sendiri bukan karena ingin
mendapat pujian dari orang lain.
Setiap
perbuatan bisa dikatakan baik dan buruk
ditentukan oleh perbuatan orang tersebut, terutama niatnya dan
penilaian tersebut harus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan sesuai dengan
nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat.
Sebagaimana
Ahmad Amin menyatakan bahwa hubungan akhlak “adalah memberi nilai suatu
perbuatan bahwa ia baik atau buruk menurut niatnya”.
Dengan demikian bahwa segala
perbuatan harus didahului dengan niat, bila niatnya itu jelek maka perbuatannya
itupun dikatakan jelek, sedangkan bila perbuatannya baik maka penilaiannya akan
baik pula.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak dan cara peningkatannya
Akhlak
memiliki sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan mulia, dan sebaliknya
juga mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya merosot dan jatuh ke dalam
keterpurukan. Di antara sebab-sebab yang menjadikan merosotnya akhlak adalah
sebagai berikut:
- Lemah Iman, lemahnya iman merupakan petanda dari kerendahan dan rusaknya moral, ini disebabkan kerana iman merupakan kekuatan (untuk membina akhlak) dalam kehidupan seseorang.
- Lingkungan, lingkungan memberikan dampak yang sangat kuat bagi perilaku seseorang. Kalau dia hidup dan terdidik dalam lingkungan yang tidak mengenal makna adab dan akhlak serta tidak tahu tujuan hidup yang mulia, maka akhlaknya akan rusak sebagai mana hasil didikan lingkungannya.
- Kondisi tak Terduga, terkadang seseorang secara tak terduga mendapati kondisi yang menjadi sebab bagi berubahnya perilaku dan kehidupannya. Yang tadinya baik tiba-tiba berubah menjadi buruk, jahat, tak bermoral dan sebagainya. Di antara kondisi tak terduga tersebut adalah:
- Terkucil, keterkucilan terkadang menyebabkan seseorang berperilaku buruk, dadanya menjadi sempit dikarenakan rasa kecewa yang mendalam atau kurangnya kesabaran.
- Kaya, Seseorang yang baik dapat berubah akhlaknya menjadi buruk dengan sebab kekayaan, yaitu menjadi sombong dan buruk perilakunya.
- Fakir, Kefakiran sebagaimana juga kekayaan dapat menjadi pemicu bagi perubahan perilaku seseorang dari baik menjadi buruk. Mungkin karena merasa kedudukannya menjadi rendah, atau karena kecewa atas hilangnya kekayaan yang selama ini dimilikinya.
- Kesedihan, kesedihan yang dibiarkan berlarut-larut dalam hati akan menyebabkan hati terobsesi dengannya sehingga menyebabkan seseorang tidak tahan dan tidak sabar menanggungnya. Akibatnya dia lari kepada hal-hal yang buruk sebagai pelampiasan, sehingga dikatakan bahwa kesedihan itu seperti racun.
- Sakit, yaitu sakit yang menyebabkan perubahan tabi'at, sebagaimana juga perubahan pada anggota badannya. Maka akhirnya tidak lagi mampu untuk bersikap lurus dan tidak kuasa menahan berbagai penderitaan.
- Usia Lanjut, usia lanjut sangat berpengaruh terhadap berubahnya kondisi fisik atau anggota badan. Demikian juga terkadang berpengaruh terhadap akhlak seseorang, karena menurunnya kemampuan, kecantikan dan kondisi diri sehingga dia merasa lemah untuk bersikap sabar dalam menerima kenyataan.
- Ujub, dari sikap ujub ini muncul berbagai akhlak tercela seperti sombong/ merendahkan orang/ takabbur/ besar kepala dan semisalnya. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub, hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji.
- Tidak Mengingkari Orang yang Berakhlak Buruk, membiarkan orang lain berbuat keburukan, memberikan toleransi dan tidak peduli terhadap mereka adalah bukan sebuah sikap yang baik. Bahkan itu merupakan kelemahan serta memberikan peluang kepada mereka untuk terus melakukan perbuatan buruk, bahkan merupakan sebuah andil dalam perbuatan buruk mereka.
- Rumah Tangga, jika sebuah rumah tangga penghuninya membiasakan akhlak yang baik, maka seorang anak akan ikut terbiasa juga dengan akhlak tersebut. Sebaliknya jika sebuah rumah tangga tidak pernah mengenalkan dan membiasakan akhlak yang baik, maka seorang anak juga akan tidak tahu adab dan ketinggian moral.
- Lupa Aib Diri Sendiri, takkala seseorang melupakan aib diri sendiri, maka dia tidak akan mengoreksi dan introspeksi diri. Dan hal ini merupakan salah satu sebab merosotnya ketinggian akhlak seseorang. Kerana lupa akan kekurangan diri sendiri adalah sebuah kekurangan.
- Kekerdilan Jiwa (Rendah Diri), ketika jiwa seseorang kerdil maka dia tidak mampu untuk memenuhi berbagai macam hak dan kewajiban yang dibebankan kepadanya kerana merasa berat dengan itu semua. Oleh kerana itu dia mencari-cari alasan yang tidak benar atas kesalahannya dengan berbagai cara seperti berdusta, berkhianat atau bersikap munafik. Tak jarang juga melemparkan kesalahan kepada pihak lain yang sebenarnya tidak bersalah.
- Teman yang Buruk, ketika seseorang berteman dengan orang yang buruk perangai maka dia biasanya akan terpengaruh dengan temannya tersebut, dan ini merupakan sebab akhlak seseorang menjadi rendah. Berteman dengan orang buruk juga terkadang menjadikan tumbuhnya su'udzon (buruk sangka) terhadap orang baik-baik.
- Peristiwa Kehidupan, salah satu sebab yang menjadikan akhlak seseorang rendah adalah terjadinya suatu peristiwa yang menyenangkan atau menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Jika seseorang memiliki iman yang kuat, maka dia akan menyikapi setiap peristiwa dengan benar. Dia akan bersyukur ketika mendapatkan kebaikan dan akan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Sedangkan jika imannya lemah, maka dia akan sombong dan takabbur ketika meraih kenikmatan atau akan putus asa ketika tertimpa bencana.
- Maksiat, di antara akhlak rendah yang diakibatkan oleh kemaksiatan adalah berupa hilangnya cemburu dan rasa malu, lalu disusul dengan berbagai perbuatan keji dan buruk lainnya. Di dalam kitab Ad-Daa' wad-Dawaa' hal 71-72 disebutkan, "Seseorang apabila semakin asyik dengan dosa, maka akan berkurang dari qalbunya rasa cemburu terhadap diri, keluarganya dan orang lain pada umumnya. Dan terkadang jika qalbu benar-benar lemah, maka keburukan tidak lagi dianggap sebagai keburukan. Jika telah sampai pada tingkat ini, maka berarti dia telah masuk pada pintu kebinasaan, bahkan amat banyak yang bukan hanya sekedar tidak menganggap buruk perbuatan buruk, namun lebih dari itu yaitu menganggap keburukan sebagai kebaikan.
- Tabi'at (Watak Asli), ada sebahagian orang yang memang memiliki tabi'at/watak asli yang buruk, rendah, suka iri dan dengki terhadap orang lain. Dan tabi'at ini lebih mendominasi pada diri orang tersebut, sehingga terkadang pendidikan yang diperolehnya sama sekali tidak mempengaruhi perilakunya.
- Media Massa, salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan adalah munculnya berbagai media massa dan stasiun-stasiun televisi yang beraneka macam dengan menyiarkan acara yang merusak dan cenderung mengajak kepada kerendahan moral. Tidak sedikit masyarakat yang gandrung dan kecanduan dengan seorang artis atau acara tertentu, sehingga dengan tanpa ilmu ikut-ikutan terhadap perilaku mereka yang rendah. Adapun cara peningkatannya adalah dengan melakukan penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang untuk dan taat pada islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar